Kamis, 26 Oktober 2017

Menelisik Pemilih Pragmatis Dalam Pileg - Literatur 3

Praktek politik uang pada proses demokrasi level akar rumput (grass root) menurut Sabilal Rosyad (2009) bisa tumbuh subur karena dianggap suatu kewajaran, masyarakat tidak lagi peka terhadap bahayanya. Mereka membiarkannya, karena tidak merasa bahwa money politics secara normatif harus di jauhi. Segalanya berjalan dengan wajar. Kendati jelas terjadi money politics, dan hal itu diakui oleh kalangan masyarakat, namun tidak ada protes. Fuji Hastuti (2012) berpendapat bahwa di sadari atau tidak, penggunaan politik uang sebagai alat mencapai tujuan politik telah mengesampingkan uang dari posisi sebagai tujuan utama pelaku transaksi politik uang, akhirnya mendapatkan uang dari konsekuensi dari kekuasaan. Tetapi ketika mereka bertransaksi fokusnya bukan pada uang itu sendiri melainkan pada kekuasaan.

Persoalan yang terkesan remeh namun memiliki implikasi negatif yang sangat besar bagi perkembangan demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Politik uang membuat proses politik menjadi bias. Akibat penyalahgunaan uang, pemilu sulit menampakkan ciri kejujuran, keadilan serta persaingan yang fair. Pemilu seperti itu akhirnya menciptakan pemerintah yang tidak memikirkan nasib dan kesejahteraan rakyat. Saat masih menjadi Presiden, dalam sebuah kesempatan Susilo Bambang Yudhoyono pernah menegaskan bahwa politik uang dapat merusak demokrasi, mengkhianati kepercayaan publik dan akan melahirkan demokrasi palsu.

Selain itu, politik uang adalah mata rantai dari terbentuknya kartel politiki, bila kontrol keuangan dalam sistem kapitalistik tidak berjalan sehingga praktek money politik berlangsung liar. Pada tahap selanjutnya, hal itu akan memicu munculnya praktek korupsi politik. Hamdan Zoelva (2013) menyebutkan bahwa political corruption sendiri melibatkana pembentuk undang-undang (raja, diktator atau legislatif) yang berperan sebagai pemebentuk peraturan dan standar-standar yang dilakukan negara. Para pejabat menerima suap atau dana untuk kepentingan politik dan pribadi mereka dan memberikan bantuan kepada pendukung mereka dengan mengorbankan kepentingan yang lebih besar.

Pengaruh terhadap pemilih
Sejauh mana politik uang mempengaruhi perilaku politik tidak dapat diukur secara pasti. Perilaku politik masyarakat dapat berubah-ubah sesuai dengan prevensi yang melatarinya. Kejadian itu sangat memungkinkan karena setiap manusia dan masyarakat hidup dalam suatu ruang yang bergerak. Leo Agustina (2009) menyebutkan berbagai perubahan perilaku politik masyarakat khususnya dalam konteks partisipasi politik. Selain politik uang perubahan juga di sebabkan oleh perubahan sistem politik, tumbuhnya kesadaran kelas, termasuk orang yang berpengaruh pada suatu patai politik, berkurangnya tingkat ketergantungan seseorang, program yang ditawarkan pasangan calon, dan masih banyak lagi.

Menurut John Markoff (2002) Indonesia saat ini mengalami hybrid demokrasi, mekanisme demokrasi berlangsung secara bersama-sama dengan praktek-praktek non demokratis. Pemilihan umum sebagai salah satu pilar demokrasi politik berjalan beriringan dengan perilaku money politik yang sejatinya merusak demokrasi itu sendiri. Maka rasionalitas pemilih menjadi layak untuk di pertanyakan. Pemilih tidak memilih calon berdasarkan program dan visi yang ditawarkan tapi hanya berdasar jumlah uang yang diterimanya menjelang pemilihan. Dalam hal ini, menurut John Markoff perilaku pemilih di Indonesia sangat di pengaruhi faktor non-demokratis.

Partisipasi politik yang tunjukkan dalam rangka penggunaan hak pilih adalah partisipasi semu. Larry Diamond, sebagaimana dikutip Halili, menyebutkan partisipasi demikian akan melahirkan demokrasi semua (pseudo democrasy), keberadaan mekanisme demokrasi tidak menjamin adanya demokrasi sebenarnya (hakiki). Simbol-simbol demokrasi (misalnya prosedur pemilihan) mengandung elemen-elemen yang hakikatnya merupakan penyelewengan terhadap demokrasi. Respon pemilih

Umumnya respon pemilih terhadap praktek politik uang menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar, sebgaimana terungkap pada survey yang dilakukan lembaga survey indikator (2013). Burhanudin Muhtadi menjelaskan berdasarkan hasil survey tersebut, bahwa tingkat toleransi pemilih terhadapt politik uang merupakan hal yang wajar. Menurutnya, tingkat pendidikan mempunyai pengaruh kuat terhadap toleransi atas praktek politik uang, selain itu pemilih yang tinggal di desa lebih rentan terhadap sasaran politik uang.

Faktor jumlah pendapatan juga berpengaruh, karena semakin kecil pendapatan seseorang maka ia akan semakin terbuka dan menerima dengan wajar politik uang. Lebih lanjut Burhanudian Muhtadi menjelaskan bahwa politik uang berpengaruh atas perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya, diantara pemilih yang menilai politik uang sebagai kewajaran, 28,7 % responden akan memilih calon yang memberi uang dan 10,3 % pemilih akan memilih calon yang memberi uang yang paling banyak. Namun lebih dari separuhnya akan menerima pemberian uang tapi tetap memilih sesuai hati nurani (55,7%). Sebagian kecil diantara mereka akan menolak uang, meski menilai praktek itu sebagai sesuatu yang lumrah (4,3%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halili, pada Pilkades di Pakandaran Barat Sumenep, didapatkan fakta bahwa politik uang dapat meningkatkan partisipasi pemilih. Kenaikan angka partisipasi pemilih ini menurutnya karena faktor “serangan fajar” yang dilakukan oleh peserta pemilihan berlangsung. Pada masyarakat perdesaan faktor ini sangat kuat mempengaruhi pemilih yang mayoritas berpendapatan rendah dan tingkat pendidikannya juga rendah. Senada dengan Halili, penelitian yang dilakukan oleh Nurus Sobah juga mendapat fakta yang serupa. Dalam pemilihan kepala daerah, menurutnya politik uang memainkan peran yang amat penting dalam pemenangan calon kepala daerah. Bentuknyapun bisa beragam, mulai dari terang-terangan memberikan amplop uang beserta calon yang harus dipilih, hingga dengan dalih memberikan bantuan infrastruktur.

Hal yang sama juga di utarakan oleh Sabilal Rosyad (2009), kasus yang ia temukan dalam pemilu legislatif 2009 di kabupaten Pekalongan terjadi pergeseran nilai di masyarakat yang semula dianggap penyelewengan menjadi sesuatu yang wajar. Pada tahun 2009 di Pekalongan masyarakat akrab dengan ungkapan “tak coblos yen ono duite” (saya coblos kalau ada duitnya). Masyarakat Pekalongan menilai money politics sebagai suatu yang wajar karena alasan ekonomis dan sebagian karena ketidaktahuan mereka. Anggapan itu muncul karena pragmatisme politik, yang tidak hanya diparktekkan oleh elit politik tetapi juga telah menyebar ke dalam kultur masyarakat.

Politik uang berlangsung pada setiap kesempatan pemilihan umum di Indonesia, mulai pemilihan tingkat pusat hingga pemilihan tingkat desa. Politik uang yang jamak terjadi di masyarakat Indonesia bagaikan sebuah candu. Di satu sisi masyarakat dapat menikmatinya dalam jangka pendek, namun disisi lain secara jangka panjang praktek ini dapat merusak bangunan demokrasi. Bahkan berpotensi besar menyebabkan korpusi politik yang pada akhirnya merugikan masyarakat. Berdasarkan beberapa hasil kajian dan penelitian, maka masyarakat masih menganggap wajar politik uang yang dilakukan oleh peserta pemilihan umum. Politik uang juga mempengaruhi perilaku pemilih, terutama dalam soal menentukan pilihan politiknya. Politik uang ini juga berpengaruh terhadap tingkat partisipasi pemilih.

Pada saat pemilu 2014 lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebenarnya telah menerbitkan aturan tentang politik uang, dengan pengertian tindakan membagi-bagikan uang sebagai milik partai atau pribadi untuk membeli suara. Melalui peraturan KPU nomor 1 tahun 2013 tentang Pedoman Kampanye, KPU telah dengan tegas melarang setiap peserta pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye. Namun dalam prakteknya, bisa di rasakan sendiri oleh masyarakat, bagaimana pelaksanaan pemilu 2014 lalu, khususnya di Kebumen. Semua aturan itu bisa di siasati. Apakah hal ini akan berlanjut pula dalam pelaksanaan Pemilihan Bupati Kebumen, 9 Desember 2015 nanti? Jika masyarakat sepakat hendak menciptakan pemilihan yang berkualitas dan bermartabat, mestinya harus tegas, mengatakan, “Tidak” pada money politics.

Penulis adalah Direktur Komite Kajian Kebijakan Daerah (K3D) Kebumen.
sumber: koran Kebumen Ekspres, 25 Mei 2015
(Sumber : asik-medialink.org)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga Artikel Berikut Ini :

Bagaimana supaya Anda menang di PILEG bergantung dari anda membangun AUDIEN ANDA SENDIRI dan membangun DAYA AJAK yang kuat. Bagaimana Caranya?


Silahkan baca artikel-artikel pemenangan PILEG berikut ini :

  1. Persiapan Menyeluruh Untuk Pemenangan Anda di PILEG
  2. Inilah Penyebab Proses Pemenangan Dilakukan Serampangan
  3. Mau Nyaleg? Sempatkan Untuk Mempelajari Situasi dan Iklim Di Internal
  4. 12 Wilayah Rahasia Ini Jarang Semua Di Garap Caleg Dalam Marketing Politik
  5. Buku ini awalnya hanya untuk catatan pribadi saat jadi ketua tim sukses pileg 2009
  6. Mau Nyaleg? Sempatkan Untuk Mempelajari Situasi dan Iklim Di Internal
  7. Fenomena Partai Yang Seharusnya Jadi Cambuk Bikin Terus Perbaikan Internal Tanpa Kecuali
  8. Cari Pengurus Partai Ternyata Sulit. Bisa-bisa Kelimpungan
  9. Buku : Kunang-kunang Pemenangan Pemilu
  10. Inilah Penyebab Proses Pemenangan Dilakukan Serampangan
  11. Mendalami Pemilih Pragmatis
  12. Bagi Caleg Kendala Vital Untuk Menang Pileg Sebenarnya Hanya Satu
  13. Jangan Salah Pendekatan, Efeknya Fatal Untuk Kemenangan Sang Caleg
  14. 10 Bahaya Pragmatis Yang Mungkin Jarang Dipikirkan Serius Efeknya Sangat Berbahaya
  15. Semua Inti Tulisan Pemenangan Pileg Tentang Hal Ini, Apa Saja?
  16. Bila Nyaleg Jangan Kalah Sama Tukang Sayur Keliling
  17. Bukan Yang Terbaik Tapi.....
  18. Asyikkkk!!!!Tulisan Saya Di Muat dan Di Sebar
  19. Cara Menang Mutlak di Pileg
  20. Persiapan Menang Nyaleg Di Pileg 2019
  21. Berbekal Sejak Dini, Dengan Strategi Pemenangan Yang Ampuh
  22. Mendalami 2 Jenis Pemilih Pragmatis, Anda Jangan Terperangkap
  23. 6 Penyebab Yang Menjadikan Terpaksa Harus Pragmatis
  24. 5 Hal Ini Sepertinya Harus Ada Pada Caleg Supaya Tak Beresiko Besar
  25. Caleg Harus Siaga Diri Mengamankan Diri, Aman dari Sisi Ini

============================

Lanjutkan ke SESI 2 : Klik disini!

-------------------------------------------------