Menurut Bawaslu ternyata terdapat beberapa caleg yang enggan daftar riwayat hidupnya dipublikasikan, sehingga KPU masih menunggu persetujuan caleg bersangkutan.[1]
Badan Pengawas Pemilu mengatakan calon legislatif yang terdaftar dalam daftar calon sementara harus transparan soal daftar riwayat hidup dengan menyetujui untuk dipublikasikan di situs resmi Komisi Pemilihan Umum.
“Sebetulnya kalau kami mau jujur, untuk mewujudkan asas transparansi, ya tidak ada alasan seorang caleg untuk tidak dibuka daftar riwayat hidupnya,” kata Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak di Jakarta, Rabu.
Nelson mengatakan, publikasi tersebut dapat menjadi masukan informasi bagi para pemilih untuk mempertimbangkan siapa yang akan dipilih pada daerah pemilihannya masing-masing.
“Harus dibuka daftar riwayat hidupnya, supaya orang bisa melihat, dan tidak seperti membeli kucing dalam karung,” kata Nelson.
Sejak dipublikasikannya DCS hingga Rabu (18/6), KPU belum melansir daftar riwayat hidup caleg yang sebelumnya dinyatakan akan dipublikasikan bersamaan dengan hasil DCS.
“Mungkin masih dilihat dulu mana yang setuju dan tidak untuk daftar riwayat hidupnya dipublikasikan, yang terpenting adalah masyarakat bisa berdemokrasi dengan sangat baik,” kata Nelson.
Meski ada caleg yang keberatan, KPU tetap akan mengunggah daftar riwayat hidup yang bersangkutan.[2] Daftar riwayat hidup para caleg itu diunggah melalui situs KPU, www.kpu.go.id. Tujuannya, agar masyarakat mengetahui profil calon wakil rakyat yang maju dari daerahnya. KPU sengaja menampilkan daftar riwayat hidup caleg sebagai bahan pertimbangan masyarakat dalam menentukan pilihannya saat pemilu nanti.
Tak hanya daftar riwayat hidup, KPU juga akan merilis laporan dana kampanye partai politik dan caleg. Laporan dana kampanye itu baru akan dipublikasikan setelah peraturan KPU terkait dana kampanye telah selesai dibahas.
Sikap caleg yang tidak mau latarbelakangnya ditampilkan KPU tersebut menimbulkan tanggapan-tanggapan dan persepsi negatif.
Dewan Pembina JPPR : Caleg Yang Enggan Dipublikasikan Sama Dengan Menolak Untuk Dipilih Rakyat
Dewan Pembina Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)[3], Yus Fitriadi menilai, apa yang dilakukan KPU dengan mempublikasikan caleg berikut data riwayat hidup memberikan masyarakat pengetahuan siapa calon wakil rakyatnya.
Sebaliknya, jika ada caleg yang enggan dan menolak riwayat hidupnya dipublikasikan untuk diketahui publik, sama dengan menolak untuk dipilih rakyat.
Bagaimana pun keterpilihan caleg terjadi ketika masyarakat paling tidak mengenalnya, mengetahuinya. "Ketika caleg ingin menarik simpati konstituen, dia harus menampilkan jati diri dan perfoma meyakinkan. Kalau menampilkan identitas diri yang jelas saja tidak mau, sulit konstituen akan yakin terhadap calegnya," ujar Yus saat dihubungi di Jakarta, Jumat (21/6/2013).
Yus menambahkan, KPU tak cukup mengungkap data profil dan riwayat hidup caleg yang dapat diakses masyarakat lewat laman resmi www.kpu.go.id. Tapi KPU juga harus memberitahukan publik, caleg dari partai mana saja yang ogah riwayat hidupnya dimunculkan.
"Kalau seperti itu, sama saja memilih kucing dalam karung," terang Yus sambil menambahkan, agar masyarakat kritis terhadap caleg yang identitas, riwayat hidup dan rekam jejaknya tak mau diketahui publik pemilih.
Yus Fitriadi, meminta masyarakat tidak memilih calon anggota legislatif (caleg) yang menolak memublikasikan daftar riwayat hidup.[4]
"Jika seorang caleg merasa tidak memiliki track record buruk, seharusnya mereka tidak perlu takut jika daftar riwayat hidupnya diketahui masyarakat banyak," kata Yus di Jakarta, Jumat (21/6/2013).
Lebih lanjut, menurut Yus, sikap caleg seperti itu menunjukkan jika dirinya sebenarnya tidak ingin dipilih oleh masyarakat. "Seseorang harus menampilkan jati diri dan perfoma yang meyakinkan untuk menarik simpati konstituen," sambung Yus.
Yus pun meminta KPU membeberkan caleg yang tidak ingin memublikasikan daftar riwayat hidupnya. Dengan demikian, kata Yus, masyarakat mengetahui caleg tersebut.
----------------------------
KPU tidak menjabarkan alasan keengganan sang caleg ditampilkan profilnya dalam website KPU, namun hal itu mengakibatkan publik tak mengetahui profil sang caleg.[5]Padahal profil sangat penting untuk menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih.
"Menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi, untuk (publikasikan) biodata harus ada persetujuan yang bersangkutan. Tapi sebagian besar mau," ucap Mantan Ketua KPU Jawa Barat itu.
Lalu, bagaimana masyarakat bisa tahu profil caleg yang tak mau dipublikasikan?
"Masyarakat bisa menilai (mengapa tak mau dipublikasikan)," jawab Ferry.
Sebelumnya, KPU telah mempublikasikan profil lengkap caleg yang masuk dalam Daftar Caleg Sementara (DCS), melalui website resmi KPU www.kpu.go.id.
Dalam profil yang ditampilkan dalam situs web KPU itu, masyarakat dapat membaca data diri caleg mulai dari tempat tanggal lahir, status perkawinan, alamat tempat tinggal, riwayat pendidikan, kursus atau diklat yang pernah diikuti, riwayat organisasi, riwayat pekerjaan, riwayat perjuangan dan tanda penghargaan yang pernah diterima.
KPU memberi ruang kepada masyarakat untuk memberikan masukan dan tanggapan terhadap daftar caleg sementara itu dari tanggal 14-27 Juni 2013. Masukan dan tanggapan dapat disampaikan langsung ke kantor KPU RI di Jalan Imam Bonjol Nomor 29, Jakarta Pusat. Selain itu dapat juga dikirimkan melalui Fax. (021)-3145914 atau melalui e-mail: tanggapan.dcs@kpu.go.id.
----------------------------------------
Kalau CV ditutup sebenarnya mendeklarasikan tidak mau dipilih.
Simak perbincangan penyiar KBR68H Novri Lifinus dan Arin Swandari dengan Manajer Pemantauan JPRR, Masykurudin Hafidz dalam program Sarapan Pagi.[6]
KPU tidak secara gamblang menampilkan CV para calon, penilaian anda seperti apa?
KPU secara kelembagaan itu berjanji untuk menampilkan CV meskipun mana-mana saja yang perlu dipublikasikan memang belum terlalu jelas.
Tetapi kalau kita melihat DCS yang diumumkan kemarin sore CV belum ada jadi hanya partai, daftar nama, asal, jenis kelamin, dan sebagainya belum disampaikan. Kemarin diskusinya kalau untuk CV perlu ditanya calegnya apakah bersedia atau tidak, kalau tidak memang tidak apa-apa.
Tapi disini sebenarnya sudah ada penilaian masyarakat, kalau CV saja bagi caleg-caleg tidak mau dipublikasikan sesungguhnya sedang tidak ingin dipilih, kalau CV ditutup sebenarnya mendeklarasikan tidak mau dipilih.
Langkah positifnya kita apresiasi kepada yang mempublikasikan, mereka punya satu poin bahwa mereka siap dipilih dengan keterbukaan CV-nya meskipun sampai sekarang belum tahu DCS yang di website KPU.
Kedua, itu ada kolom kabupaten/kota, tempat tinggal calon, begitu saya lihat alamatnya mana dapilnya mana. Misalnya di Papua Barat ada tiga kursi, misal Partai Persatuan Pembangunan itu mereka datangnya dua dari Jakarta Selatan, dua dari Sukabumi.
Jadi mereka tahu apa soal Papua, ini dapilnya dari provinsi yang jauh sekali. Ini juga penting dari sudut aspek representasi masyarakat yang akan mewakilinya nanti termasuk mengetahui persoalan yang ada di daerahnya perlu akselerasi.
Ini juga satu pertimbangan kira-kira mereka nyalon karena daerahnya atau kalah di dapil yang lain, nyari kerjaan juga. Ketiga soal meskipun partai-partai dalam aspek keterwakilan perempuan cukup, tetapi dalam penempatannya ternyata misalnya tahun 2009 aspek nomor urut sangat penting.
Aspek keterpilihan nomor urut satu dan dua meskipun pakai suara terbanyak masih tinggi, pemilih kita itu masih menganggap nomor satu layak. Kalau kita perhatikan penempatan perempuan penilaian saya hanya jadi persyaratan saja, misalnya PKS di Jakarta 1 itu ada enam kursi caleg perempuan ya nomor tiga dan enam.
Terkait belum dipublikasikannya daftar riwayat hidup para caleg ini, apakah JPRR berniat membantu masyarakat mempublikasikannya?
Pertama kita akan dorong ke KPU untuk mempublikasikannya lewat website. Karena itu yang paling efektif dan bisa diakses dari seluruh Indonesia.
Kedua, kalaupun agak lama mungkin kita bisa ambil CV itu ke KPU dan akan kita sampaikan ke masyarakat melalui cara kita, misalnya dengan memasang di website kita dan sebagainya.
Kita juga akan menggerakkan masyarakat untuk memberikan penilaian, barangkali ada caleg-caleg kita ternyata secara administratif atau secara hukum dia mestinya tidak lolos.
Kalau masyarakat melihat CV, kemudian apa yang harus diperhatikan sehingga tepat pilihannya?
Pertama pendidikan. Karena pendidikan itu menjadi syarat standar di kita, kalau misalnya dia pendidikan pernah sekolah dimana kemudian S1 dimana, S2 soal apa, dan sebagainya. Karena jalur pendidikan menunjukkan kemampuan seseorang.
Kedua soal organisasi, dia pernah ada di organisasi mana, dia pernah terlibat di partai politik mana, keorganisasian masyarakat apa. Organisasi dan pendidikan ini juga menunjukkan misalnya arah politiknya kemana, karena bisa jadi dia lulusan dari perguruan tinggi mana yang menunjukkan lebih kemana.
Ketiga soal karya tulis dan karya yang lain, dia pernah menulis apa itu juga bisa jadi pertimbangan. Meskipun kedekatan terhadap masyarakat, keinginan, idealisme itu bisa dilihat dari keterhubungan sehari-hari.
--------------------------------
Menurut Hadar, KPU memang tidak bisa memaksa bagi caleg yang enggan riwayat hidupnya dipublikasikan.[7] Silakan masyarakat menilai apakah caleg tersebut layak dipilih atau tidak. "Masa calon wakil rakyat tidak mau melampirkan CV-nya. Jumlahnya saya tidak tahu," lanjut komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay di Jakarta, Senin (17/6/2013)
--------------------------------------
Sumber :
- www.bisnis-kti.com, Juni 2013, PEMILU LEGISLATIF: Caleg Harus Transparan soal Riwayat Hidup.
- nasional.kompas.com, 18 Juni 2013, Ada Caleg yang Tak Mau Riwayat Hidupnya Dipublikasikan
- www.tribunnews.com, 21 Juni 2013, Caleg Tak Mau Riwayat Hidupnya Dipublikasikan, Menolak Dipilih Rakyat
- nasional.kompas.com, 21 Juni 2013, Jangan Pilih Caleg Tanpa Riwayat Hidup.
- news.detik.com, 20 Juni 2013
- www.portalkbr.com, 14 June 2013
- www.komisikepolisianindonesia.com, 17 Juni 2013, Ada Caleg Mati-matian Tutupi Riwayat Hidupnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar